Assalam’muallaikum Wr.Wb
Bismillah …
Pada kesempatan kali ini saya akan berbgai artikel
tentang iddah, tentu bagi kita umat muslim sudah pernah dengar atau pernah
mengalami masa iddah.
Pada masa kecil saya sudah ditingal pergi oleh ayah,
pada saat itu usia saya masih sekitar 4tahun, belum mengenal tentang masalah
bab ini, sekarang saya berumumur 22tahun Alhamdulillah sedikit belajar tentang
masalah iddah karena pada tahun kemarin saya baru saja kehilangan seorang kakek
yang sudah merawat saya setelah ayah saya pergi, pasti suaminya menjalankan
iddah. Iya dari itu saya mencoba mencari informasi mengenai apa yang dimaksud
iddah ?
Dalam pikiran saya ? kenapa kalo ditingal suami pergi,
si istri tidak boleh keluar rumah selama 4bulan (itu yang dilakukan simbah
saya), jadi tergantung kepercayaaan.
Saya berusaha menjawab sendiri tanpa bertanya dan saya
simpulkan jadi kenapa istri tidak keluar rumah selama 4bulan yaitu, menghindari
gossip atau menghindari zina , Jika si wanita itu dalam keadaan isi “hamil”
biar jelas bapak dari anak yang dikandungnya. Itu jawaban yang saya temukan.
Masih banyak sebenarnya sebab dan alasanya, tapi biar yang lain lebih paham
memberikan paparan.
Berbagai
macam Iddah
Iddab (dibaca Iddah demi memudahkan) dapat dibagi
menjadi :
- 1. Iddah atas istri yang memiliki kebiasaan bermenstruasi
- 2. Iddah atas istri yang tidak memiliki kebiasaan bermenstruasi
- 3. Iddah atas istri yang ditinggal mati oleh suaminya
- 4. Iddah atas istri dalam keadaan hamil.[1]
Penjelasannya
sebagai berikut :
- 1. Iddah atas istri yang memiliki kebiasaan bermenstruasi
Iddah perempuan yang masih
mengalami kebiasaan bermenstruasi (haid) apabila ditalak oleh suaminya terbagi
menjadi dua :
a.
Yang ditalak dalam keadaan qabla duklhul, yakni belum pernah
“dicampuri” oleh suaminya, tidak ada iddah yang harus dijalaninya. Artinya, ia
boleh menikah lagi dengan laki-laki lain segera setelah ditalak oleh suami
pertamanya. Firman Allah SWT., |”hai orang-orang beriman, apabila kamu
menikahi perempuan-perempuan beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum
kamu ‘menyentuhnya’ (yakni mencampurinya) maka sekali-kali tidak ada atas
mereka ‘iddah bagimu yang dapat kamu hitung. Maka berilah mereka mut’ah
(pemberian tertentu) dan lepaskanlah mereka dengan cara sebaik-baiknya” (QS Al-Ahzab 33 : 49). Kecuali apabila ia
ditinggal mati suaminya, maka wajib atasnya menjalani masa iddah selama empat
bulan sepuluh hari, meskipun belum pernah “dicampuri” oleh almarhum suaminya,
karena ia termasuk juga dalam firman Allah SWT., “…orang-orang yang
meninggal dunia diantaramu, dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para
istri itu) ber-iddah selama empat bulan sepuluh hari …”(QS
Al-Baqarah 2 : 234).
b. Yang ditalak dalam keadaan ba’da dukhul yakni sudah “dicampuri”
oleh suaminya, harus menjalani masa iddah seperti disebutkan dalam QS
Al-Baqarah 2 : 228, “perempuan-perempuan yang ditalak hendaklah menahan diri
(menunggu sebelum kawin lagi) selama tiga quru’.” Sebagian dari mereka,
seperti Abu Hanifah dan Ibnu Qayyim
mengartikannya “tiga kali haid”, sedangkan Syafi’i mengartikannya “tiga
kali masa suci setelah haid”. Pendapat Syafi’i inilah yang dijadikan pegangan
dalam undang-undang perkawinan di Indonesia, seperti tercantum dalam Pasal 153,
ayat 2b :
(b) apabila perkawinan putus
karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih haid ditetapkan 3(tiga) kali
masa suci, dengan sekurang-kurangnya 90 (Sembilan puluh) hari, dan bagi yang
tidak haid ditetapkan 90 (Sembilan puluh) hari.
Selanjutnya, disebutkan pula dalam ayat 4 : bagi
perkawinan yang putus karena perceraian, tenggan waktu tunggu dihitung sejak
jatuh nya putusan pengadilan Agama yang mempunyai kekuatan hokum tetap,
sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu dihitung
sejak kematian suami.
- 2. Iddah atas istri yang tidak memiliki kebiasaan bermenstruasi
Seorang istri
yang ditalak oleh suaminya, sedangkan ia tidak memiliki kebiasaan bermenstruasi
baik karena memang belum pernah mengalaminya ataupun karena sudah berusia
lanjut (telah mengalami menopause) maka iddahnya adalah tiga bulan sesuai firman
Allah, “…perempuan-perempuan yang telah putus asa dari haid diantara
istri-istri kamu jika kamu ragu-ragu, ,aka iddah mereka adalah tiga bulan;
begitu pula perempuan-perempuan yang belum mengalami haid” (QS Al-Thalaq 65
: 4)
- 3. Iddah atas istri yang ditinggal mati oleh suaminya
Seorang istri
yang ditinggal mati oleh suaminya, iddah-nya adalah sesuai firman Allah SWT.,”…orang-orang
yang meninggal dunia diantaramu, dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah
para istri itu) ber-iddah selama empat bulan sepuluh hari…” (QS
Al-Baqarah 2 :234). Berdasarkan itu pula, seandainya si suami menceraikan
dengan talak raj’iy (talak yang masih memungkinkan rujuk) tetapi kemudian ia
meninggal dunia sementara si istri masih menjalani iddah-nya, maka iddah si
istri berubah menjadi iddah kematian, yaiut empat bulan sepuluh hari (terhitung
sejak awal saat wafat mantan suaminya itu). Ini mengingat bahwa si sitri pada
saat kematian suaminya ,asih tetap dianggap sebagaio istrinya yang sah, dan
yang karenanya tetap menjadi salah seorang ahli warisnya juga.
Lain halnya
jika ia sedang menjalani iddah dari talak ba’in ( talak yang tidak memungkinkan
untuk rujuk lagi) maka iddahnya tetap tiga kali masa suci, dan tidak berubah
menjadi iddah kematian. Ini mengingat bahwa sejak dijatuhkannya talak ba’in, ia
bukan lagi dalam status istri yang sah dari mantan suami yang kini meninggal
dunia itu.
- 4. Iddah atas istri yang dalam keadaan hamil
Seorang istri
yang ditalak suaminya ataupun ditinggal mati olehnya sedangkan ia dalam keadaan
hamil, maka iddahnya, sesuai firman Allah SWT., “…perempuan-perempuan yang
dalam keadaan hamil, iddah-nya adalah sampai mereka melahirkan kandungannya” (QS Al-Thalaq 65 : 4)
Berdasarkan
ayat tersebut, ia dibolehkan menikah lagi segera setelah melahirkan kandungannya,
walaupun masih belum suci dari nifasnya dan walaupun masih belum melewati masa
empat bulan sepuluh hari. (simak kembali firman Allah, QS Al-Baqarah 2 : 334
diatas)[2]
Seperti itu pula yang ditetapkan dalam pasal 153 Undang-Undang
perkawinan RI. Walaupun demikian, perlu juga disebutkan disini, tentang adanya
sebuah riwayat dari Ali bin Abi Thalib r.a dan Ibn Abbas r.a yang berpendapat
bahwa perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya sedangkan ia dalam keadaan
hamil, iddahnya harus mengambil waktu yang terpanjang di antara dua ‘iddah,
yaitu iddah kematian yang lamanya empat bulan sepuluh hari dan iddah hamil,
sampai melahirkan kandungannya. Artinya, apabilaia melahirkan anaknya sebelum
empat bulan sepuluh hari, ia masih harus menunggu sampai cukup empat bulan
sepuluh hari. Sebaliknya, walaupun telah lewat empat bulan sepuluh hari
sedangkan belum melahirkan, maka ia harus menunggu anaknya lahir. Pendapat ini
merupakan penggabungan dari kedua ayat tentang ‘iddah bagi perempuan yang
ditalak danj yang ditinggal mati suaminya, yakni QS Al-Baqarah 2 : 228 dan QS
Al-Thalaq 65 : 4.
ConversionConversion EmoticonEmoticon